Pemerintahmengkhawatirkan mencairnya lapisan es di kutub utara sebagai akibat dari memanasnya suhu global. Hal itu diyakini bisa memberikan dampak Pemerintah mengkhawatirkan mencairnya lapisan es di kutub utara sebagai akibat dari memanasnya suhu global. Hal itu diyakini bisa memberikan dampak. Senin, 23 Mei 2022; Cari. Network. Thinkstock Bongkahan es mencair di Ilulissat Icefjord, Greeland. – Sekelompok peneliti Inggris menemukan fakta bahwa sekitar 28 triliun ton es telah menghilang dari permukaan bumi sejak 1994. Dilansir dari Bussiness Insider, para ilmuwan dari Leeds University, Edinburgh University dan University College London, menganalisis survei satelit dari gletser, gunung, dan lapisan es antara 1994 hingga 2017 untuk mengetahui dampak dari pemanasan global. Baca Juga Studi Setengah dari Laut Dunia Telah Terdampak Perubahan Iklim Studi yang dipublikasikan pada jurnal Cryosphere Discussions ini menggambarkan hilangnya es dalam jumlah “mengejutkan”. Peneliti mengatakan, mencairnya gletser dan lapisan es dapat menyebabkan permukaan laut naik secara dramatis-kemungkinan mencapai satu meter pada akhir abad ini. “Setiap sentimeter kenaikan permukaan laut, berpotensi mengusir’ satu juta orang yang tinggal di wilayah yang rendah,” kata Profesor Andy Shepherd, direktur Centre for Polar Observation and Modelling Leeds University. Pencairan es yang dramatis tersebut juga memiliki beberapa konsekuensi, termasuk gangguan pada biologis perairan Arktika dan Antartika. Juga mengurangi kemampuan Bumi untuk memantulkan radiasi sinar matahari kembali ke luar angkasa. Penemuan ini sesuai dengan skenario kasus terburuk yang diprediksi oleh Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC. “Sebelumnya, peneliti hanya mempelajari area individu—misalnya di Greenland atau Antarktika—di mana es–es mencair. Namun, ini pertama kalinya ada studi yang melihat hilangnya es dari seluruh dunia. Apa yang kami temukan sangat mengejutkan,” papar Shepherd. Baca Juga Wolverine Terlihat Kembali Setelah Menghilang Selama 100 Tahun Penemuan ini dipublikasikan seminggu setelah para ilmuwan dari Ohio State University menemukan fakta bahwa lapisan es di Greenland yang telah mencair, tidak bisa kembali pulih. Michalea King, pemimpin studi dari Ohio State University mengatakan bahwa es telah hilang dalam jumlah besar, beberapa tahun terakhir. Ini menghasilkan perubahan pada bidang gravitasi Greenland. Greenland kehilangan sekitar 280 miliar metrik ton es setiap tahunnya. Es yang mencair tersebut, mengalir ke laut setiap tahunnya dan menjadi penyumbang terbesar kenaikan permukaan laut global. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
GajahlahKebersihan shared a post on Instagram: "Perubahan iklim yang tidak menentu, lapisan ozon yang kian menipis, hingga mencairnya es di kutub" • Follow their account to see 354 posts.
Jakarta, CNN Indonesia - Bumi secara keseluruhan telah kehilangan 28 triliun ton es di kutub antara tahun 1994 dan tahun 2017. Namun studi mencatat, sejak tahun 1990 Bumi hanya kehilangan sekitar 800 miliar metrik ton es dari setiap studi yang diterbitkan di jurnal The Cryosphere mencatat es yang mencair di seluruh dunia selama beberapa dekade sangat mencolok. Es terus menghilang di sebagian besar wilayah Bumi, yang disebabkan oleh perubahan iklim. Suhu udara yang meningkat mengakibatkan gletser gunung menyusut dari Pegunungan Alpen Eropa, pegunungan Himalaya di Asia hingga Andes di Amerika tersebut menunjukkan bahwa gletser gunung di seluruh dunia telah kehilangan hampir 10 triliun ton es sejak 1960 dengan penurunan yang es Greenland dan Antartika juga telah mencair dalam jumlah besar. Sejak 1990-an, Antartika telah kehilangan 2,6 triliun ton dan di Greenland telah kehilangan hampir 4 triliun ton Antartika, sebagian besar es mencair berasal dari gletser yang merusak laut, atau gletser yang kembali ke laut. Studi terbaru menemukan bahwa arus air laut yang hangat menyebabkan gletser mencair dan membuat es bergeser ke ilmuwan masih menyelidiki sumber air hangat yang ada di Antartika, namun beberapa ahli percaya bahwa perubahan iklim menjadi pemicu es di Antartika perlahan mencair, melansir Scientific American. Di Greenland, fenomena yang sama juga tengah berlangsung. Namun pencairan di Greenland berasal dari cairnya es pada permukaan, atau es yang mencair di lapisan teratas. Suhu panas yang meningkat, memicu cairnya es yang ada di wilayah gletser gunung dan lapisan es merupakan penyumbang naiknya permukaan laut secara global. Sebuah studi baru memperkirakan telah terjadi kenaikan permukaan permukaan laut sebanyak 34 milimeter sejak tahun India Today, Para peneliti mencatat bahwa cairnya es di seluruh dunia memicu naiknya permukaan laut yang meningkatkan risiko banjir di masyarakat pesisir."Meskipun setiap wilayah yang kami pelajari kehilangan es, kerugian dari lapisan es Antartika dan Greenland paling cepat terjadi," kata Thomas Slater, Peneliti di Universitas Leeds, itu, peneliti juga menemukan kenaikan suhu di atmosfer dan lautan masing masing sebesar 0,26 dan 0,12 derajat Celcius tiap dekade sejak dingin merupakan habitat penting bagi satwa liar, termasuk beruang kutub dan dan mamalia laut es memiliki permukaan terang yang membantu dapat memantulkan panas dari sinar Matahari. Banyak ahli percaya bahwa menyusutnya es laut telah mempercepat laju pemanasan di Kutub Utara. Saat ini suhu di sana naik dua kali lipat dari biasanya. can/DAL [GambasVideo CNN]

poin1. Mencairnya es di kutub disinyalir hasil dari global warming yang disebabkan gas - Brainly.co.id. Pemanasan Global: Pengertian, Penyebab, Dampak Dan Cara Mengantisipasi - Gramedia Literasi. Mencairnya es di kutub disinyalir hasil dari global warming yg disebabkan gas buang/emisi industri. - Brainly.co.id. SAHABAT BERSAMA: Pengertian

NASA Mencairnya es di gletser Thwaites bertanggung jawab atas kenaikan permukaan laut dunia. - Ilmuwan, negarawan dan masyarakat Islandia baru-baru ini memasang plakat peringatan di gletser Okjökull yang kehilangan lapisan es dan statusnya sebagai gletser akibat pemanasan global oleh aktivitas manusia. Dalam monumen tersebut tertulis peringatan bahwa dalam 200 tahun mendatang, umat manusia akan menyaksikan gletser-gletser lainnya mengikuti jejak Okjökull. NASA Mencairnya es di gletser Thwaites bertanggung jawab atas kenaikan permukaan laut dunia. Sebuah plakat diletakkan sebagai peringatan atas hilangnya gletser Okjökull glacier karena perubahan iklim. Rice University, CC BY-SA Indonesia juga memiliki gletser seperti Islandia, yaitu di Pegunungan Jayawijaya. Tidak kurang dari 84,9% dari massa es di Pegunungan Jayawijaya telah mencair sejak tahun 1988, sehingga warisan alam ini pun diprediksi akan hilang dalam dekade mendatang. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, dampak perubahan iklim oleh emisi gas rumah kaca tidak hanya menyentuh gletser yang hanya ada satu-satunya di Indonesia ini, tetapi juga laut yang luasnya meliputi 70% dari wilayah Indonesia dan kedalamannya melebihi ketinggian Puncak Jaya. Baru-baru ini panel ilmuwan PBB untuk isu perubahan iklim atau IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change merilis Special Report on Ocean and Cryosphere in a Changing_Climate SROCC, kajian terkait dengan kondisi laut dan kriosfer gletser, lapisan es, dsb di dunia. Saat ini saya terlibat dalam penulisan laporan iklim PBB mendatang atau Sixth Asessment Report untuk aspek kelautan, kriosfer dan kenaikan permukaan laut. Berikut penjelasan saya terkait hasil-hasil kajian SROCC yang perlu menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Laut semakin panas, semakin asam, dan semakin berkurang kadar oksigennya Sejumlah 104 pakar iklim dari 36 negara mengkaji status dan proyeksi dampak perubahan iklim terhadap laut dan kriosfer serta implikasinya bagi ekosistem dan manusia berdasarkan publikasi ilmiah. Hasil penelitian para ahli iklim mengungkap bahwa mencairnya lapisan es yang bermuara pada naiknya permukaan laut secara global merupakan satu dari beberapa efek domino dari perubahan iklim. Laporan IPCC menunjukkan, secara persisten, perubahan iklim menyebabkan laut semakin panas, semakin asam dan kekurangan kadar oksigen. Kenaikan permukaan laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil tidak hanya terus terjadi, namun lajunya juga semakin cepat. Fenomena iklim esktrem seperti gelombang panas laut marine heatwave akan semakin sering terjadi dengan intensitas dan durasi yang meningkat terutama di daerah tropis. Begitu pula dengan fenomena ekstrem El Niño-Osilasi Selatan yang membawa bencana kekeringan dan banjir di Indonesia. Dampak bagi Indonesia Sumber daya laut yang tergeser, tertekan dan berkurang Laporan SROCC mengisyaratkan beberapa catatan penting terkait dampak perubahan iklim bagi Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan tropis. Pertama, keanekaragaman hayati laut menjadi taruhan. Perubahan iklim turut mengubah ritme musiman dan distribusi spesies laut. PROMOTED CONTENT Video Pilihan

Pemanasanglobal atau yang sering disebut global warming adalah fenomena meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, lautan dan daratan bumi secara menyeluruh. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah

- Area es terakhir di wilayah Kutub Utara yang dikenal dengan lapisan esnya yang tebal, mulai mencair akibat perubahan iklim. Disebut The Last Ice Area, lapisan itu terletak di utara Greenland dan kepulauan Arktik Kanada. Hewan seperti beruang kutub dan walrus sangat hidup bergantung pada lapisan es tersebut untuk berburu makanan dan membangun sarang. Namun, meningkatnya suhu global membuat wilayah yang biasanya selalu tertutup es sepanjang tahun itu menjadi sangat sedikit dan jarang. Baca Juga Lebih dari 150 Ribu Warga di Pesisir India dan Pakistan Diungsikan dari Jalur Badai Biparjoy Area es terakhir dianggap sebagai salah satu tempat terakhir, di mana hewan-hewan ini dapat mencari perlindungan karena kondisi di daerah sekitar menjadi tidak ramah. "Daerah ini telah lama diharapkan menjadi tempat perlindungan utama bagi spesies yang bergantung pada es," kata Kristin Laidre, profesor penulis penelitian, dikutip dari Minggu 4/7/2021. Area es terakhir di Kutub Utara. [WWF]Seperti bagian lain dari Kutub Utara, es di wilayah ini secara bertahap menipis selama beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, meskipun lapisan es sedikit lebih tebal dari sebelumnya, tapi citra satelit menunjukkan rekor terendah cakupan hanya 50 persen pada 14 Agustus 2020. Data menunjukkan sekitar 80 persen pencairan es disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan cuaca, seperti angin yang memecah es. Baca Juga Perubahan Iklim Buat Yordania Alami Kekeringan dan Krisis Air Bersih Sementara itu, 20 persen lainnya berasal dari penipisan es laut jangka panjang akibat pemanasan global.
Mencairnyaes di kutub dan berkurangnya air yang menguap ke atmosfir menyebabkan naiknya permukaan laut. Kota-kota dan kota-kota pesisir yang tidak jauh di dekat pantai timur AS, kepulauan pasifik, Teluk Meksiko hanyalah beberapa wilayah di mana kerusakan banjir mulai menenggelamkan beberapa arealnya. Pemanasan global dapat mempengaruhi Ada sebagian permukaan Bumi yang dilapisi es dan dianggap sebagai wilayah beku abadi. Namun, sepertinya kondisi tersebut bisa berubah di masa yang akan datang. Pasalnya, perubahan iklim telah mencairkan beberapa bagian es di Bumi. NASA mengungkap bahwa ada 400 miliar ton gletser yang mencair di seluruh dunia sejak 1994 hingga saat lagi, pencairan gletser tersebut belum termasuk lelehan lapisan es yang terjadi di Antarktika dan Arktika. Nah, jika hal ini terus berlangsung, akan ada beberapa kejadian ekstrem di masa depan yang akan berdampak pada dunia. Seperti apa, ya? Yuk, disimak!1. Bumi akan semakin panasIlustrasi mengenai Bumi yang gersang di masa depan. MoshkovskaJika lapisan es terus meleleh, itu menandakan bahwa Bumi sedang mengalami peningkatan suhu. Jika hal ini terus berlangsung, di masa depan, bisa saja Bumi akan semakin hangat dan panas. Laman Center for Climate and Energy Solution menulis fakta bahwa kegiatan manusia membuat Bumi akan semakin hangat dan panas dari waktu ke melelehnya lapisan es di berbagai wilayah Bumi, hal ini juga menandakan bahwa Bumi sedang tidak baik-baik saja. Yup, jika semua lapisan es di Bumi meleleh, itu tandanya manusia akan hidup di tengah alam yang sangat tidak bersahabat. Suhu di Bumi mungkin akan sampai pada titik yang menghancurkan tanaman sumber Habitat di tempat-tempat dingin akan rusak dan musnahHabitat beruang kutub di Arktika. HoskinsJika tidak ada lagi es yang tersisa di wilayah kutub, semua habitat yang ada di sana akan rusak. Saat ini saja, ada begitu banyak bukti bahwa habitat di Kutub Utara dan Selatan Bumi sudah mengalami kerusakan. Beberapa jenis spesies karnivor di sana sudah mulai sulit untuk mendapatkan makanan. Akibatnya, mereka berjalan dan mencari makanan ke tempat-tempat yang sangat dalam National Geographic, beberapa kasus menyedihkan pernah terjadi pada sekelompok beruang kutub. Mereka sangat kelaparan dan tubuhnya sangat kurus akibat tidak adanya sumber makanan melimpah di Arktika. Penyebabnya adalah pencairan es yang sangat cepat dan mengubah ekosistem yang ada. Jika hal ini terus terjadi, akibatnya akan berantai dan keberadaan organisme kutub akan punah. Baca Juga Wajib Tahu! Sains Jawab 8 Pertanyaan tentang Fenomena di Alam Semesta 3. Bumi akan kekurangan cadangan air tawarEs adalah cadangan air tawar di Bumi. Christhope AndreSekitar 71 persen wilayah di Bumi adalah air. Namun, hanya sedikit bagian Bumi yang menyimpan cadangan air tawar bagi kehidupan di dunia. Menurut Badan Reklamasi Amerika Serikat USBR, jumlah air tawar bersih yang ada di Bumi tidak lebih dari 3 persen. Bahkan, sekitar 2,5 persen dari jumlah air tawar yang ada di Bumi masih berupa es dan bisa disimpulkan bahwa es dan gletser yang ada di berbagai wilayah Bumi merupakan cadangan air tawar terbesar. Sayangnya, cadangan tersebut akan hilang jika iklim di Bumi makin tidak bersahabat. Cadangan air tawar yang mencair akan mengalir ke lautan dan manusia akan makin sulit untuk mendapatkan air tawar dari alam mengingat tidak semua wilayah dingin di Bumi punya curah hujan Munculnya virus dan bakteri baru yang mungkin sangat berbahayaLapisan es di wilayah utara. Egil LilandMungkin hal ini akan terdengar seperti cerita-cerita dalam film bertema sains fiksi. Namun, ternyata virus purba yang terperangkap di dalam es pernah diungkap oleh ilmuwan. BBC Earth dalam lamannya mencatat bahwa ada bukti nyata mengenai virus atau bakteri yang tetap hidup di dalam es yang membeku. Pada Agustus 2016, di sudut terpencil Siberia, seorang anak meninggal dan 20 orang lainnya dirawat akibat wilayah tersebut sangat terpencil dan tidak memiliki hewan ternak, rasanya mustahil ada antraks di sana. Namun, tim dokter dan ilmuwan menemukan fakta mengerikan di sana. Ya, setelah dilakukan penyelidikan, wabah lokal yang terjadi disebabkan oleh bangkai rusa yang terperangkap es selama 75 tahun. Pada saat es mencair, bangkai rusa yang terinfeksi antraks tersebut menyebarkan bakteri secara tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika di dalam es yang membeku juga ada virus atau bakteri purba yang bisa menginfeksi manusia secara masif. Secara teori, hal tersebut mungkin sebab virus bisa tidak aktif jika dalam keadaan membeku. Bukan tidak mungkin, dunia akan dilanda wabah mematikan di masa depan yang bahkan mungkin lebih parah ketimbang Banyak daratan di Bumi akan tenggelamPermukaan air laut yang nyaris sama dengan daratan. HoyosDalam lamannya, National Geographic menulis tentang perubahan yang akan dialami Bumi jika semua es di Bumi mencair. Dataran-dataran rendah di dunia jelas akan tenggelam, begitu juga dengan kota-kota yang letaknya tidak begitu tinggi. Perubahan besar terjadi pada tujuh benua yang ada di Bumi. Akan ada banyak wilayah darat yang terendam air dan mungkin akan tenggelam secara yang awalnya cukup tinggi di atas permukaan laut mungkin akan tampak sedikit lebih rendah. Dataran rendah yang kering akan menjadi sebuah danau air asin, bahkan laut yang tidak begitu dalam. Namun, perlu diingat bahwa kalkulasi akan hal ini bisa saja salah mengingat jumlah es di seluruh dunia juga tidak begitu masif. Meskipun begitu, menjaga dan melestarikan alam masih menjadi cara sederhana umat manusia untuk menyelamatkan Bumi dan seluruh lapisan es yang beberapa pembahasan mengenai dampak jika memang suatu saat es di Bumi mencair secara masif dan keseluruhan. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan kamu, ya! Baca Juga 6 Fenomena Alam Menarik yang Ada di Kawasan Antarktika IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Sebagaihasil dari penelitiannya, Siti Zulfah menyatakan bahwa konsep-konsep pemeliharaan lingkungan yang ditawarkan oleh Yusuf alQaradhawi relevan di tengah berbagai problematika dan krisis lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia.24 Literatur-literatur di atas membahas mengenai lingkungan hidup dari berbagai sudut pandang, yaitu dari segi
- Pemanasan global membuat es di Antartika, Kutub Selatan mencair lebih cepat dibandingkan sebelumnya–kira-kira meningkat enam kali lipat dibanding 40 tahun lalu. Dilansir dari peningkatan laju cairnya es ini akan membuat permukaan air laut di seluruh dunia semakin naik. Baca Juga Paus Terancam Punah Ditemukan dengan Sampah Plastik di Tenggoroknya Menurut sebuah studi yang dipublikasikan pada Proceedings of the National Academy of Sciences, dari 1979 hingga 2017, permukaan laut di seluruh dunia sudah meningkat lebih dari 1,4 sentimeter. Kondisinya pun diduga semakin parah di masa mendatang dan menyebabkan bencana pada beberapa wilayah. “Sejalan dengan terus mencairnya lapisan es di Kutub Selatan, kami mengantisipasi naiknya permukaan laut lebih dari satu meter pada abad-abad mendatang,” kata Eric Rignot, ahli geografi dari Universitas California. Peningkatan permukaan laut setinggi 1,8 meter menjelang 2100 diduga akan menenggelamkan beberapa kota pesisir yang menjadi tempat tinggal jutaan orang di seluruh dunia. Peneliti menemukan bahwa antara 1979 hingga 1990, Kutub Selatan rata-rata telah kehilangan 40 miliar ton masa esnya setiap tahun. Sementara itu, mulai 2009 hingga 2017, es yang mencair telah meningkat enam kali lipat, yaitu menjadi 252 milar ton per tahun. Baca Juga Asteroid Pemusnah Dinosaurus Picu Tsunami Besar di Seluruh Laut Dunia Yang lebih mengkhawatirkan, menurut para lmuwan, wilayah di Kutub Selatan yang dulunya dianggap “stabil dan tidak terpengaruh perubahan” ternyata juga kehilangan es dalam jumlah banyak. “Area Wilkes Land di Kutub Selatan bagian timur, secara keseluruhan, juga telah mengalami kehilangan es dalam jumlah besar, bahkan sejak 1980-an,” papar Rignot, dikutip dari “Kawasan tersebut mungkin lebih sensitif terhadap perubahan iklim dibanding yang kita kira sebelumnya. Hal ini merupakan sesuatu yang penting untuk diketahui, karena kandungan es di kawasan itu lebih besar dibandingkan gabungan Kutub Selatan bagian Barat dan Semenanjung Kutub Selatan,” imbuhnya. Menurut Rignot, meningkatnya suhu samudra semakin mempercepat hilangnya es di masa yang akan datang. Diketahui bahwa, suhu samudra akhir-akhir ini meningkat lebih cepat dari sebelumnya–mencapai rekor suhu tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. PROMOTED CONTENT Video Pilihan Suhudi Kutub Utara pecah rekor hingga mencapai 38 derajat celsius, yang artinya lebih panas dibanding suhu rata-rata harian Jakarta. Rekor ini pun menjadi peringatan mengenai krisis iklim yang bisa berakibat buruk bagi kehidupan di Bumi. - metrotvnews.com Lucezn/Getty Images/iStockphoto Penjabaran tentang bahaya salinitas air laut yang bisa menyebabkan matinya beberapa arus laut utama. satu ancaman terbesar dalam perubahan iklim dan peningkatan suhu rata-rata dunia adalah mencairnya es di kutub. Saat suhu rata-rata meningkat di seluruh dunia dan Bumi menjadi semakin panas, jelas bahwa lapisan es raksasa akan mulai mencair seperti yang sudah terjadi. Lalu, air dari semua pencairan itu akan bergabung dengan perairan lautan dunia. Apa yang terjadi ketika kita menambahkan air ke larutan air garam? Air tersebut menjadi kurang asin, kan? Air laut itu asin, jadi apa yang akan terjadi jika tiba-tiba mendapat pasokan air tawar yang sangat besar yaitu, air yang tidak asin? Apakah akan menjadi kurang asin? Ternyata, jawaban dan konsekuensinya tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mari, mari kita bahas beberapa perkara mendasar. Baca Juga Virus Kuno Tahun Diidentifikasi di Gletser Tibet yang Mencair Salinitas Air Salinitas, secara sederhana, mengacu pada kandungan garam terlarut dari dalam air. Seperti yang dapat kita bayangkan, salinitas air laut memainkan peran penting dalam menentukan jenis organisme yang dapat berkembang di dalamnya. Salinitas air laut juga memainkan peran penting dalam sirkulasi laut dan siklus air. Salinitas air laut tergantung pada beberapa faktor, termasuk penguapan, curah hujan, angin, aliran air sungai dan pencairan gletser. Untuk ruang lingkup artikel ini, kita hanya akan membahas faktor terakhir. Baca Juga Gletser yang Mencair Ternyata Berisi Kotak Kayu Berusia Berabad-abad Dampak Pemanasan Global Bisa ditebak, pemanasan permukaan bumi mengakibatkan mencairnya lapisan es kutub di Antarktika dan wilayah kutub lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa es Laut Arktik mencair lebih cepat dari yang diperkirakan. Ini karena Bumi terus memanas akibat pemanasan global dan es Kutub Utara mencair, masuknya air tawar dari es yang mencair mengubah salinitas air laut, terutama di dataran tinggi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika salinitas semua lautan di dunia menurun akibat mencairnya es di kutub. Samudra Atlantik, khususnya, telah mengalami perubahan salinitas air yang cukup signifikan selama empat dekade terakhir. Jadi, untuk menjawab pertanyaan kita, ya, mencairnya es di kutub membuat air kurang asin, tapi itu bukan jawaban lengkapnya. Anda tahu, masuknya air tawar yang meningkat ke air laut memang membuat air laut kurang asin, tetapi tidak seperti yang Anda kira. Baca Juga Gletser yang Mencair Ternyata Berisi Kotak Kayu Berusia Berabad-abad Florian Ledoux Seekor beruang kutub menyeberangi lapisan es di Arctic Bay, Nunavut, Kanada. Ketika es mencair, keseimbangan ekosistem di kutub-kutub Bumi pun bergejolak. Apa glasiasi berdampak pada salinitas lautan dunia ? Lautan adalah perairan yang sangat luas. Air yang dikandung badan air ini memiliki 'jenis' yang berbeda. Dengan kata lain, dibutuhkan sejumlah besar energi untuk mencampur massa air dengan sifat yang berbeda. Hasil langsung dari ini adalah, alih-alih seluruh lautan mengurangi rasa asinnya, arus laut tertentu mengambil pukulan terbesar yaitu, salinitasnya yang paling terpengaruh. Arus Laut Arus laut adalah gerakan air laut yang terarah dan terus-menerus yang disebabkan oleh gaya-gaya tertentu. Air laut selalu bergerak, dan arus laut adalah pergerakan air yang terjadi baik di permukaan laut maupun di kedalamannya, baik secara lokal maupun global. Arus laut digerakan oleh faktor-faktor seperti kepadatan air, angin, pasang surut, dan lain lain. Arus laut sangat penting, terutama bagi kehidupan laut, karena banyak organisme air dengan mobilitas terbatas mengandalkan arus laut ini untuk membawa makanan dan nutrisi penting ke mereka. Tidak hanya itu, arus laut juga mendistribusikan larva dan sel reproduksi di antara makhluk laut. Dengan demikian, glasiasi pencairan lapisan es, sebagian menghentikan pertukaran garam, energi, dan panas antara laut dalam dan permukaan laut, yang hanya menyisakan sumber turbulensi yang didorong oleh pasang surut dan topografi, akan membantu kedua lapisan ini 'berkomunikasi'. Baca Juga Es Antarktika Mencair, Kuburan Mumi Penguin Terungkap Dampak Buruk Salinitas Air Bagi Air Laut Masuknya air tawar dalam jumlah besar sebagai akibat dari pencairan lapisan es dapat mengubah atau bahkan berpotensi mematikan beberapa arus laut utama. Seperti dibahas sebelumnya, arus laut ini benar-benar sangat penting. Arus tidak hanya mendistribusikan makanan dan sel reproduksi ke ikan yang jauh, tetapi juga menjaga lautan tetap teroksigenasi sehingga hewan laut dapat bertahan hidup di dalamnya. Setiap dampak negatif pada arus laut ini dapat secara serius mengganggu rantai makanan di lautan. Tentu memiliki konsekuensi pada rantai makanan, termasuk manusia. Jadi, ya, mencairnya es pasti mengurangi salinitas lautan walaupun tidak merata, dan pencairan ini jauh lebih berbahaya bagi manusia daripada yang diperkirakan banyak orang. Baca Juga Gunung Es Seluas Pulau Bali dan Seberat 1 Triliun Ton Mencair Hilang PROMOTED CONTENT Video Pilihan Mencairnyaes kutub utara harus dicegah dengan mengurangi emisi karbon. Mencairnya es kutub utara harus dicegah dengan mengurangi emisi karbon. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; BUKU REPUBLIKA; REPUBLIKA NETWORK; Thursday, 22 Zulhijjah 1443 / 21 July 2022
Ilustrasi pemanasan global. Foto PixabayPemanasan global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup di bumi. Fenomena yang juga disebut global warming ini adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem akibat peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Peningatan suhu ini disebabkan oleh bertambahnya kadar gas rumah kaca yakni karbondioksida CO2, nitrogen dioksida N2O, metana CH4, dan freon SF6, HFC dan PFC. Gas-gas ini memang secara alamiah dihasilkan oleh aktivitas makhluk hidup sehari-hari. Namun gas-gas ini meningkat secara drastis karena semakin majunya industri. Kondisi ini tentu berdampak pada kehidupan di bumi. Apa saja dampak pemanasan global? Mencairnya Lapisan Es di Kutub Utara dan SelatanSalju di Antartika yang meleleh akibat pemanasan global. Foto Johan OrdonezMeningkatnya suhu menyebabkan lapisan es di kutub meleleh. Para ilmuwan di Inggris menyatakan bahwa sebanyak 28 triliun ton lapisan es di bumi telah hilang dalam 30 tahun terakhir. Jika ini terus terjadi maka permukaan air laut akan naik secara global. Masyarakat yang hidup di pesisir terancam oleh banjir rob, sedangkan pulau-pulau kecil bisa tenggelam. KekeringanNaiknya suhu menyebabkan peningkatan penguapan air. Penguapan skala besar inilah yang menjadi penyebab utama kekeringan di banyak tempat. Akibat penguapan, banyak sumber mata air yang kering. Kekeringan juga menyebabkan meningkatnya kebakaran hutan. Rusaknya Terumbu KarangGlobal warming akan membuat suhu air laut meningkat. Ini membuat terumbu karang mengalami pemutihan dan lama-lama menjadi rusak. Rusaknya terumbu karang akan membuat ekosistem laut menjadi tidak seimbang. Punahnya Berbagai Jenis Flora dan FaunaIlustrasi beruang kutub. Foto ShutterstockLingkungan yang berubah akibat pemanasan global tentu memengaruhi eksistensi hewan dan tumbuhan. Fauna yang hidup di kutub seperti penguin dan beruang kutub terancam kehilangan habitatnya. Kenaikan suhu global juga menyebabkan terganggunya siklus air dan kelembaban udara yang berdampak pada pertumbuhan tanaman. Menurut sebuah penelitian dari Universitas Arizona, satu dari tiga spesies tumbuhan dan hewan akan punah pada 2070. KelaparanPerubahan iklim menyebabkan musim sulit diprediksi. Akibatnya musim tanam menjadi tidak menentu. Ini tentu berdampak pada produksi pangan penduduk. Melansir dari situs Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Indonesia dihantam anomali iklim berupa el nino parah pada 1998. Saat itu Sumatera bagian selatan, Kalimantan, Jawa, dan Indonesia timur mengalami kekeringan di luar musim kemarau. Kekeringan tersebut menyebabkan penurunan produksi dan kegagalan panen tanaman pangan seperti padi dan palawija, serta krisis air bersih.
DownloadPrediksi HK Malam Ini 4 Juni 2021 file (7.44 MB) with just follow This provide cant be coupled with almost every other offer you. Electronic information and providers might only be available to customers located in the U.S. and they are topic for the terms and conditions of Amazon Electronic Providers LLC. Give restricted to just one per client and account. Amazon reserves the proper
Mencairnya lapisan es di Kutub Utara dan selatan terus-menerus sebagai dampak dari perubahan iklim, sudah sejak lama diketahui. Tapi kesimpulan terbaru dari hasil penelitian tim riset Jerman memicu kejutan baru. Diramalkan, bagian es di Kutub Selatan yang tidak diperhitungkan mencair, juga akan ikut terpengaruh pemanasan global. Kawasan Kutub Selatan ibaratnya benua tersendiri yang mencakup daratan dan lautan yang tertutup lapisan es abadi. Juga mencakup lapisan es yang mengapung di lautan seluas ratusan ribu kilometer persegi, hingga sejauh kilometer di lautan dan terus terhubung dengan gletsyer di daratan. Walaupun suhunya ekstrim dingin dan selama enam bulan gelap gulita, Kutub Selatan bukan kawasan mati. Kawasan Antartika merupakan sebuah ekosistem yang hidup. Di atas lapisan es berkembang biak pinguin. Di daratan terdapat habitat beragam penghuni kutubselatanFoto picture-alliance/Wildlife Di kawasan perairan Kutub Selatan hidup kawanan anjing laut, paus dan yang amat penting ikan serta organisme mikro di laut seperti krill atau udang kecil, yang berfungsi sebagai pakan binatang pemangsa lainnya. Mencair di kawasan yang tidak diduga Perubahan iklim yang memicu efek pemanasan global, juga terasa dampaknya di kawasan Kutub Selatan. Seperti di Kutub Utara, lapisan es abadi di kawasan Kutub Selatan juga mengalami pencairan. Airnya mengalir ke laut di sekitarnya yang memicu kenaikan muka air laut rata-rata. Selama ini para peneliti memperkirakan pencairan lapisan es abadi hanya terjadi di kawasan laut Amundsen di barat Kutub selatan. Tapi secara kebetulan peneliti Jerman, Hartmut Hellmer dari institut penelitian kutub dan kelautan di Bremerhaven mengamati kenyataan yang selama ini kelihatannya terabaikan oleh peneliti lain. Pakar ilmu kelautan itu mengungkapkan, penghitungan ulang model komputer kontribusi lapisan es dari daratan terhadap kenaikan muka air laut di Antartika menunjukkan, kurva statistiknya mulai tahun 2090 naik tajam. Hartmut Hellmer mencari dari mana asalnya volume air dalam jumlah besar itu pada model yang ia buat. Penelitian mengarah ke lapisan es Filchner-Ronne yang mengapung di kawasan laut Weddell di bagian selatan Antartika. Laut Weddell terletak di kawasan ujung selatan Amerika Selatan pada perbatasan Samudra Atlantik dengan zona Kutub es yang terus mencair akibat perubahan AP "Laut Weddell sejak lama dipandang sebagai nyaris tidak terpengaruh perubahan iklim", kata Hellmer. Publikasi para peneliti Kutub selatan lainnya menegaskan, massa air di bawah lapisan es yang mengapung, yang mengabrasi lapisan es dari bawah, pada iklim yang lebih hangat seharusnya lebih kecil. "Melalui efek berkebalikan, yang muncul pada arus dimana suhu lebih hangat, seharusnya pemanasan iklim di kawasan itu dikompensasi", paparnya. Tapi model penghitungan dari para peneliti di Bremerhaven menunjukkan, juga kawasan Laut Weddell terpengaruh efek fluktuasi iklim. "Massa air yang lebih hangat diLaut Weddell dalam beberapa dekade mendatang akan menggerus secara dramatis lapisan es Filchner-Ronne", ujar Hellmer. Memicu reaksi berantai Naiknya suhu udara di kawasan tenggara Laut Weddell menurut perhitungan itu, dalam waktu sekitar 60 tahun ke depan akan memicu reaksi berantai. Mula-mula udara hangat akan menyebabkan menipis dan rapuhnya lapisan es yang mengapung di laut. Akibatnya ada bagian yang pecah, sebuah fenomena yang selama ini dapat dicegah. Akibatnya air yang bersuhu lebih hangat dapat mengintrusi kawasan di bawah lapisan es. "Berdasarkan perhitungan kami, lapisan pelindung ini akan lenyap pada akhir abad ini", papar Hellmer. Akibatnya arus air yang lebih panas akan mengalir di bawah lapisan es dan mencairkannya dari bawah, demikian ditunjukkan dalam model yang dibuat para peneliti di Bremerhaven. Lapisan es yang mengapung itu berfungsi seperti sumbat botol. "Lapisan ini mengerem aliran es dari daratan, karena tersedimentasi di semua sudut teluk dan juga menutupi pulau-pulau", kata peneliti kelautan itu. Jika lapisannya menipis, itu dapat memicu lapisan es di daratan bergerak menuju laut. "Jika sampai di laut, lapisan es ini tidak perlu mencair untuk dapat menaikkan drastis muka air laut" tambah AntartikaFoto DW Perhitungan menunjukkan, proses ini dapat memicu penambahan kenaikan muka air laut rata-rata 4,4 milimeter per tahunnya. "Tapi itu perhitungan paling buruk. Kemungkinan kenaikannya berkisar pada angka yang lebih rendah", kata Hartmut Hellmer lebih lanjut. Namun diakui, sejauh ini belum diketahui seakurat apa model perhitungannya dibandingkan kenyataan yang muncul. Hellmer hanya mengatakan, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, yang juga tidak banyak, model perubahan iklim di abad ke 20 ternyata cocok dengan kenyataan yang muncul kemudian. Walaupun begitu, periset kelautan dari Bremerhaven itu menegaskan, amat sulit membuat peramalan yang akurat bagi kawasan Kutub Selatan. Karena pengetahuan menyangkut kawasan Antartika sejauh ini masih relatif terbatas. Brigitte Osterath/Agus Setiawan Editor Dyan Kostermans mEcV.
  • jmajbiq4l7.pages.dev/427
  • jmajbiq4l7.pages.dev/719
  • jmajbiq4l7.pages.dev/101
  • jmajbiq4l7.pages.dev/203
  • jmajbiq4l7.pages.dev/740
  • jmajbiq4l7.pages.dev/462
  • jmajbiq4l7.pages.dev/42
  • jmajbiq4l7.pages.dev/488
  • jmajbiq4l7.pages.dev/117
  • jmajbiq4l7.pages.dev/909
  • jmajbiq4l7.pages.dev/273
  • jmajbiq4l7.pages.dev/196
  • jmajbiq4l7.pages.dev/762
  • jmajbiq4l7.pages.dev/954
  • jmajbiq4l7.pages.dev/358
  • mencairnya es di kutub disinyalir hasil dari global warming